Pentingkah Jas Almamater

Pakaian Seragam adalah menandakan suatu identitas. Identitas dari golongan mana seseorang itu berasal. Seorang remaja berpakaian putih abu-abu, tentu dia adalah seorang siswa SMA/SMK. Benak kita akan langsung menyebut nama ‘siswa SMA’ ketika melihat remaja berpakaian putih abu-abu, karena seragam tersebut memang sering digunakan oleh mereka. Lalu, bagaimanakah dengan mahasiswa?

Dalam aktivitas kuliahnya, mahasiswa menggunakan pakaian yang tidak seragam layaknya siswa SMA—kecuali universitas kejuruan atau yang ada ikatan dinas seperti IPDN. Pakaian yang mereka gunakan sudah dimodifikasi sedemikian rupa, mengikuti perkembangan yang ada dan tentunya sesuai selera mereka—yang penting masih menjaga batas-batas kepatutan. Tidak ada yang bisa langsung menyebutkan atau menebak, seseorang adalah mahasiswa, kecuali dikenali lewat Kartu Tanda Mahasiswa.
Namun, ada seragam tertentu yang bisa menjadi identitas seorang mahasiswa. Seragam tersebut lazim disebut sebagai jas almamater. Tentu saja, jas almamater tidak dipakai setiap hari ke kampus. Jas almamater dipakai dalam momen-momen khusus. Jas almamater berfungsi sebagai public relation bagi sebuah universitas, bukan semata seragam.
Jas almamater senantiasa identik dengan hal-hal berbau intelektual dan pengabdian. Lihat saja kegiatan Pekan Ilmiah Mahasiswa, pesertanya dipastikan memakai jas almamater. Begitu  pula dengan kuliah kerja nyata yang notabene sebuah pengabdian kepada masyarakat, jas almamater digunakan. Jadi, jas almamater dipakai dalam momen yang berbau intelektualitas dan pengabdian kepada masyarakat karena dia sebagai representasi dari sebuah universitas.
Mahasiswa yang menggunakan jas almamater pun hampir pasti diidentikkan dengan mahasiswa yang aktif (aktivis) atau sedang menjadi delegasi universitas untuk agenda-agenda tertentu. Seorang aktivis yang melakukan aksi demonstrasi dalam rangka menjalankan fungsi mereka sebagai social control terhadap pemerintah juga menggunakan jas almamater. Sejarah telah mencatat, bagaimana demonstrasi besar-besaran ketika menjelang era reformasi, jalan-jalan di Jakarta dipenuhi oleh anak-anak muda dengan jas almamater anekawarna. Jas almamater turut mengawal perjalanan bangsa ini. Begitulah, jas almamater telah menjadi sebuah makna perjuangan, pengabdian, dan intelektualitas, yang semua itu terangkum dalam tridarma perguruan tinggi yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. “penitishop.com Jual Almamater Terbaik
Tetapi, makna yang demikian agung itu kini telah bergeser seiring dengan perkembangan zaman. Jas almamater yang identik dengan tempat-tempat semacam forum diskusi, momen bakti sosial, atau mimbar-mimbar akademik yang bersesuaian dengan tridarma perguruan tinggi, kini turut menghiasi layar kaca. Bukan menjadi delegasi untuk sebuah kegiatan yang mana mereka menjadi peserta aktif, melainkan menjadi peserta pasif—jadi penonton.
Kita bisa lihat misalnya, bagaimana acara-acara talk show, komedi, kuis (yang tidak bersinggungan dengan akademik dan pengabdian), dan semacamnya telah dihadiri pula oleh sekelompok anak muda yang menggunakan jas almamater. Jas almamater yang lekat dengan sesuatu yang berbau akademik dan pengabdian serta kekritisan, telah turut meramaikan acara-acara yang notabene produk dari budaya pop dan hedonistis. Budaya pop dan hedonistis ini adalah budaya yang oleh sebagain mahasiswa (dalam hal ini aktivis mahasiswa) ditentang karena tidak memberikan pencerdasan terhadap generasi bangsa. Sungguh, ini merupakan ironi yang nyata.
Jadi, apakah jas almamater terbaik hanya akan menjadi seragam layaknya seragam putih-abu-abu yang dikenakan siswa SMA/SMK? Sebuah pertanyaan yang mestinya dijawab oleh mahasiswa sendiri. http://kamiftipmuslim.wordpress.com/2012/06/27/seberapa-pentingkah-almamater-bagi-kalian/

masihakudisini

Leave a Reply to Anonymous Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Free Web Hosting